Cari Blog Ini

Kamis, 04 September 2014

BIOGRAFI IR. SOEKARNO

Biografi Ir. Soekarno

Ir. Soekarno (lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – wafat di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 – 1966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah penggali Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Ia menerbitkan Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial itu, yang konon, antara lain isinya adalah menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga kewibawaannya. Tetapi Supersemar tersebut disalahgunakan oleh Letnan Jenderal Soeharto untuk merongrong kewibawaannya dengan jalan menuduhnya ikut mendalangi Gerakan 30 September. Tuduhan itu menyebabkan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang anggotanya telah diganti dengan orang yang pro Soeharto, mengalihkan kepresidenan kepada Soeharto.
Latar belakang dan pendidikan
Soekarno dilahirkan dengan nama Kusno Sosrodihardjo. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya, Jawa. Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai berasal dari Buleleng, Bali [1].
Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur. Pada usia 14 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (H.B.S.) di sana sambil mengaji di tempat Tjokroaminoto. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa).
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.
Keluarga Soekarno
Istri Soekarno:
    Oetari
    Inggit Garnasih
    Fatmawati
    Hartini
    Ratna Sari Dewi Soekarno (nama asli: Naoko Nemoto)
    Haryati

Putra-putri Soekarno:
    Guruh Soekarnoputra
    Megawati Soekarnoputri, Presiden Republik Indonesia masa jabatan 2001-2004
    Guntur Soekarnoputra
    Rachmawati Soekarnoputri
    Sukmawati Soekarnoputri
    Taufan dan Bayu (dari istri Hartini)
    Kartika Sari Dewi Soekarno (dari istri Ratna Sari Dewi Soekarno)
Masa pergerakan nasional
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, dan memunculkan pledoinya yang fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hassan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
Masa penjajahan Jepang
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk “mengamankan” keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok Peristiwa Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus romusha.
Masa Perang Revolusi
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI,Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan tanggal turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu. (dibawah Inggris) meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan,sistem pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
Masa kemerdekaan
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai “kabinet semumur jagung” membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai “penyakit kepartaian”. Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat “bom waktu” yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang merubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam pemecahan konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).
Masa-masa kejatuhan Soekarno dimulai sejak ia “bercerai” dengan Wakil Presiden Moh. Hatta, pada tahun 1956, akibat pengunduran diri Hatta dari kancah perpolitikan Indonesia. Ditambah dengan sejumlah pemberontakan separatis yang terjadi di seluruh pelosok Indonesia, dan puncaknya, pemberontakan G 30 S, membuat Soekarno di dalam masa jabatannya tidak dapat “memenuhi” cita-cita bangsa Indonesia yang makmur dan sejahtera.
Sakit hingga meninggal
Pada tanggal 19 Juni 2008, Pemerintah Kuba menerbitkan perangko yang bergambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro. Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan “kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba“.
lengkap Soekarno ketika lahir adalah Kusno Sosrodihardjo. Ketika masih kecil, karena sering sakit-sakitan, menurut kebiasaan orang Jawa; oleh orang tuanya namanya diganti menjadi Soekarno. Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda)[rujukan?]. Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah.
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, “Siapa nama kecil Soekarno?” karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Ceko, bahasa Wales, bahasa Denmark, bahasa Jerman, dan bahasa Spanyol. Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed di dapatnya ketika menunaikan ibadah haji. Dan dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.

__________________________________________________________________________________
Biography Ir. Soekarno
Ir. Soekarno (born in Blitar, East Java, June 6, 1901 - died in Jakarta, June 21, 1970 at the age of 69 years) is Indonesia's first president, who served in the period 1945-1966. He played an important role for independence of Indonesia from Dutch colonialism. He was a digger Pancasila. He was proclaimed the Independence of Indonesia (along with Mohammad Hatta) which occurred on August 17, 1945.
He published March 11, 1966 Warrant Supersemar controversial, supposedly, among others, it was commissioned Lieutenant-General Suharto to secure and maintain his dignity. But the Supersemar misused by Lieutenant General Soeharto to undermine his authority by way of accusing him of masterminding the September 30 Movement participate. The allegations led to the Provisional People's Consultative Assembly whose members have been replaced with the pro Suharto, transferred the presidency to Soeharto.
Background and education
Sukarno was born with the name Kusno Sosrodihardjo. His father named Raden Soekemi Sosrodihardjo, a teacher in Surabaya, Java. His mother named Ida Ayu Nyoman Rai from Buleleng, Bali [1].
When small Soekarno lived with his grandfather in Tulungagung, East Java. At the age of 14, a friend of his father who named Oemar Said Tjokroaminoto invited Sukarno lived in Surabaya and schooled to Hoogere Burger School (HBS) in there while chanting in place Tjokroaminoto. In Surabaya, Soekarno many meet with the SI leader, the organization headed Tjokroaminoto that time. Soekarno then joined the organization Jong Java (Java Youth).
Graduated H.B.S. In 1920, Sukarno continued to Technische Hoge School (now ITB) in Bandung, and graduated in 1925. When in Bandung, Sukarno interact with Tjipto Mangunkusumo and Dr. Douwes Dekker, who was then the leader of the National Indische Partij organization.
Sukarno family
Soekarno's wife:
    Oetari
    Inggit Garnasih
    Fatmawati
    Hartini
    Ratna Sari Dewi Sukarno (real name: Naoko Nemoto)
    Haryati
Sons and daughters of Soekarno:
    Guruh Soekarnoputra
    Megawati Sukarnoputri, President of Indonesia 2001-2004 tenure
    Guntur Soekarnoputra
    Rachmawati Sukarnoputri
    Sukmawati Sukarnoputri
   Taufan and Bayu (from wife Hartini)
    Kartika Sari Dewi Sukarno (of wife Ratna Sari Dewi Sukarno)
Future national movement
In 1926, Sukarno founded the Algemene Studie Club in London. This organization became the forerunner of the Indonesian Nationalist Party which was founded in 1927. Sukarno's PNI activity in causing the Dutch captured in December 1929, and led to a phenomenal defense plea: Indonesia Sues, until released again on December 31, 1931.
In July 1932, Sukarno joined the Party of Indonesia (Partindo), which is a fraction of the PNI. Sukarno was re-arrested in August 1933, and was exiled to Flores. Here, Soekarno almost forgotten by the national figures. But his spirit still burning as implied in every letter to a teacher named Ahmad Hassan Islamic Union.
In 1938 until 1942 Sukarno was exiled to Bengkulu province.
Soekarno new free returns during the Japanese occupation in 1942.
During the Japanese occupation
At the beginning of the Japanese colonial period (1942-1945), the Japanese government was not paying attention to the movement of Indonesian figures mainly to "secure" its presence in Indonesia. It looks at the Movement 3A with characters and Mr. Shimizu. Shamsuddin is less popular.
But ultimately, the Japanese occupation government attention and at the same time utilizing Indonesian prominent figures such as Sukarno, Mohammad Hatta and other organizations within each agency and institution to attract the hearts of the Indonesian population. Mentioned in various organizations such as Hokokai Java, Central People's Power (Putera), BPUPKI and PPKI, prominent figures such as Sukarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, KH Mas Mansyur and other other touted and look so active. And finally national leaders in collaboration with the Japanese occupation government to achieve the independence of Indonesia, although some are doing underground movement like Sutan Syahrir and Amir Sjarifoeddin because they think Japan is a dangerous fascist.
President Sukarno himself, during a speech before the opening of the reading of the text of the proclamation of independence, saying that even though we are in cooperation with Japan in fact we believe and believe and rely on their own strength.
He was active in the preparation efforts of Indonesia's independence, including the formulation of Pancasila, the 1945 Constitution and the fundamental basis of the Indonesian government, including formulating the text of the proclamation of Independence. He was persuaded to step aside to Rengasdengklok Rengasdengklok events.
In 1943, Japanese Prime Minister Hideki Tojo invited the Indonesian leader Sukarno, Mohammad Hatta and Ki Bagus Hadikoesoemo to Japan and received by Emperor Hirohito. Even the emperor gave imperial star (Holy Ratna) for the three Indonesian leaders. The awarding of the star makes the Japanese occupation government was surprised, because it means that the three Indonesian leaders was considered the Japanese imperial family itself. In August 1945, he was invited by Marshal Terauchi, the Army leadership in the Southeast Asian region Dalat Vietnam who later stated that the proclamation of Indonesian independence is a matter for the Indonesian people.
But his involvement in the organization of agencies established by the Japanese to make Sukarno was accused by the Netherlands in collaboration with Japan, among others, in the case of romusha.
Revolutionary War period
The living room in a safe house Rengasdengklok Bung Karno.
Soekarno with national figures begin to prepare themselves before the proclamation of independence of the Republic of Indonesia. After hearing Investigation Agency Business BPUPKI Preparation of Indonesian Independence, Small Committee consisting of eight people (official), Small Committee consisting of nine / nine committee (which produces the Jakarta Charter) and the Preparatory Committee for Indonesian Independence PPKI, Soekarno-Hatta Indonesia State founded based on Pancasila and the 1945 Constitution.
After seeing Marshal Terauchi in Dalat, Vietnam, Rengasdengklok events happened on the date August 16, 1945; Sukarno and Mohammad Hatta were persuaded by the youth to go away to boarding troops Map Rengasdengklok Defenders of the Homeland. Youth leaders who persuaded among others Soekarni, Wikana, Singgih and Chairul Saleh. The youths demanded that Sukarno and Hatta proclaimed Indonesian independence immediately, because in Indonesia happened vacuum of power. This is because the Japanese had surrendered and Allied troops had not arrived. But Sukarno, Hatta and the figure declined on the grounds waiting for clarity about the Japanese surrender. Another reason is the growing Soekarno establish appropriate moment for the independence of the Republic of Indonesia which is chosen on August 17, 1945 when it coincides with the 17th of Ramadan, the Muslim holy month which is believed to be the date of the first revelation of the Muslims to the Prophet Muhammad, Al Qur-an. On 18 August 1945, Sukarno and Mohammad Hatta PPKI be appointed by the President and Vice President of the Republic of Indonesia. On August 29, 1945 on the appointment of a president and vice-president confirmed by KNIP.Pada dated 19 September 1945 Soekarno authority can resolve without bloodshed Ikada Field event where 200,000 people of Jakarta will clash with Japanese troops were still armed to the teeth.
On arrival Allies (AFNEI) led by Lieutenant General. Sir Philip Christison, Christison finally recognized Indonesian sovereignty de facto, after a meeting with President Soekarno. President Soekarno also try to resolve the crisis in Surabaya. However, due to provocation launched by troops NICA (Netherlands) Allied bum. (Under the British) burst events 10 November 1945 in Surabaya and the death of Brigadier General AWS Mallaby.
Because many provocations in Jakarta at the time, President Sukarno eventually move the capital of the Republic of Indonesia from Jakarta to Yogyakarta. Followed by the vice president and other senior state officials.
Position of President Soekarno in 1945 is the position of the President as head of government and head of state (presidential / single executive). During the revolution, the system of government changed to semi-presidensiil/double executive. President Sukarno as head of state and Sutan Syahrir as Prime Minister / Head of Government. It happened because of the vice president's edict No. X, and the government announcement in November 1945 of a political party. It is taken to the Republic of Indonesia is considered a more democratic country.
Although the change of government system, when the revolution of independence, President Sukarno's position remains the most important, especially in the face of the Madiun Affair 1948 as well as the Dutch Military Aggression II that led to President Soekarno, Vice President Mohammad Hatta and several senior government officials detained the Netherlands. Although existing Emergency Government of the Republic of Indonesia (Emergency Government) with the chairman Sjafruddin Prawiranegara, but in fact the international and domestic situation still acknowledge that Soekarno-Hatta is the real leader of Indonesia, only policies that can resolve the dispute between Indonesia and the Netherlands.
Independence
After Sovereignty Recognition (Government of the Netherlands mentioned as delivery Sovereignty), President Sukarno was appointed as the President of the Republic of Indonesia (RIS) and Mohammad Hatta was appointed as prime minister of RIS. Office of President of the Republic of Indonesia submitted to Mr. Assaat, which became known as the Java-Yogyakarta Indonesia. However, due to the demands of the people of Indonesia who want to return to the unity of the country, then on August 17, 1950, RIS again changed to the Republic of Indonesia and President Sukarno became President. Mr Assaat mandate as acting President handed back to Ir. Sukarno. Official position of President Sukarno was president of the constitutional, but in fact government policy after consulting him.
Soekarno-Hatta Duet myth is quite popular among the masses and more powerful than the prime minister heads the government. Rise and fall of the cabinet which is famous as "corn semumur cabinet" led President Soekarno less trusting multiparty system, even calling it a "disease of the party". Not infrequently, he also intervene to mediate conflicts within the military which also affected the rise and fall of the cabinet. October 17, 1952 such events and events in the Air Force.
President Soekarno also provides many ideas in the international world. Concern over the fate of the peoples of Asia and Africa, still not independent, yet have the right to self-determination, causing the president Sukarno, in 1955, took the initiative to hold the Asian-African Conference in Bandung, which produced Dasa Sila. Known as the Bandung Asian-African Capital. Inequality and conflict due to a "time bomb" that left the western countries are still concerned that branded imperialism and colonialism, inequality and fears of the emergence of a nuclear war that changed civilization, injustice international agencies in conflict resolution is also a concern. With President Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Egypt), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Burma) and Jawaharlal Nehru (India) he held Asian-African Conference that led to the Non-Aligned Movement. Thanks to the services, many Asian and African countries that gained independence. But unfortunately, there are still many who experience prolonged conflict until today because of the injustice in problem solving, which is still controlled by powerful states or superpowers. Thanks to this addition, many people from the African region will not be forgotten when Soekarno remember or know about Indonesia.
To carry out an independent foreign policy-active in the international world, President Sukarno visited many countries and met with leaders of the country. Among them was Nikita Khrushchev (Soviet Union), John Fitzgerald Kennedy (United States), Fidel Castro (Cuba), Mao Tse Tung (PRC).
Times since the fall of Sukarno begins his "divorce" with Vice President Moh. Hatta, in 1956, due to the resignation of Hatta Indonesian political scene. Coupled with a number of separatist rebellion that occurred in all corners of Indonesia, and ultimately, revolt G 30 S, make Soekarno in his tenure can not "meet" ideals of the Indonesian nation prosperous.
Sick to death
On June 19, 2008, the Cuban government issued a stamp with a picture of Sukarno and Cuban president Fidel Castro. Publishing in conjunction with the 80th anniversary of Fidel Castro and warning "the President of Indonesia, Soekarno, to Cuba".
Soekarno complete at birth is Kusno Sosrodihardjo. When I was little, because often sick, according to the custom of the Javanese, by his parents renamed Sukarno. Later in the day when a President, spelling the name of Sukarno Sukarno was replaced by her own being because he is using the spelling of the name of the invaders (Netherlands) [citation needed]. He still uses the name of Sukarno in his signature because the signature is the signature of the text contained in the Proclamation of Indonesian Independence should not be changed.
In some Western countries, the name is sometimes written Sukarno Achmed Sukarno. This happens because when Soekarno first came to the United States, a number of journalists to wonder, "Who's maiden name Sukarno?" Because they do not understand the habits of most people in Indonesia who only uses one name or do not have family names. Somehow, then add the name of someone in the name of Achmed Sukarno. This also occurs in several Wikipedia, like wikipedia Czech language, language of Wales, Danish, German, and Spanish. Mentions that the name Achmed Sukarno in failure by when to perform the pilgrimage. And in some other versions, the name mentioned in the name of Achmed Sukarno, conducted by Muslim diplomats from Indonesia who are conducting missions overseas in an attempt to gain recognition of Indonesia's sovereignty by the Arab countries.




TUGAS BAHASA INGGRIS
TERJEMAHAN BIOGRAFI  IR. SOEKARNO